
Sukoharjo, 19 Maret 2025 – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Sukoharjo menggelar diskusi publik dengan tema “Urgensi Revisi UU TNI dalam Konstelasi Demokrasi dan Supremasi Sipil”. Acara ini berlangsung di halaman gedung SBSN dan dihadiri oleh ketua-ketua rayon, ketua komisariat, serta seluruh kader PMII Sukoharjo.
Diskusi ini menghadirkan dua pemantik utama, yakni Sahabat Landung Azbarkati (Ketua Bidang Eksternal PC PMII Sukoharjo) yang akrab disapa Cak Andong, serta Sahabat Bakti Satriya (Koordinator Biro Hubungan Komunikasi Pemerintah dan Kebijakan Publik). Sementara itu, jalannya diskusi dimoderatori oleh Sahabat Alvin Andriansah dari Biro yang sama.
Dalam pemaparannya, Cak Andong menegaskan bahwa revisi UU TNI adalah sebuah keharusan untuk memastikan supremasi sipil tetap tegak dalam sistem demokrasi Indonesia. Ia menyampaikan kritik tajam terhadap wacana revisi yang justru membuka ruang bagi keterlibatan militer dalam ranah sipil.
“Jangan pernah lupa bahwa reformasi lahir dari rahim penderitaan rakyat akibat dominasi militer dalam politik. Jika revisi UU TNI justru membuka jalan bagi tentara untuk kembali masuk ke ruang-ruang sipil, maka ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap reformasi! Kita tidak sedang membicarakan militerisme gaya lama yang berwajah garang, tapi militerisme gaya baru yang menyusup melalui regulasi dan kebijakan yang terkesan ‘manis’ di permukaan, tapi beracun di dalamnya.”
Sementara itu, Bakti Satriya menyoroti aspek ketatanegaraan dan ancaman bagi sistem demokrasi jika revisi ini tidak dikontrol dengan baik. Menurutnya, revisi UU TNI yang diusulkan berpotensi merusak prinsip civil supremacy yang seharusnya menjadi pilar utama dalam negara demokrasi.
“Apakah kita sedang menuju restorasi Orde Baru? Atau lebih parah, sedang membangun sebuah negara dengan topeng demokrasi tetapi jiwa otoriternya tetap utuh? Keterlibatan militer dalam urusan sipil, tanpa batasan yang jelas, adalah lonceng kematian bagi demokrasi. Rakyat bukan musuh yang harus diawasi oleh tentara, dan negara ini bukan barak yang bisa dikelola dengan komando tunggal.”
Dalam jalannya diskusi, moderator Alvin Andriansah tak segan-segan memprovokasi pemantik dan peserta untuk menggali lebih dalam bahaya laten kembalinya militerisme dalam politik. Ia mengajak audiens untuk menganalisis secara kritis dinamika politik dan hukum yang sedang berlangsung.
“Setiap kali militer diberikan celah dalam urusan sipil, setiap kali itu pula kita sedang menggali kuburan bagi demokrasi. Kita ini sedang berbicara tentang bagaimana demokrasi bisa tetap hidup, bukan sekadar bertahan dalam nafas terakhirnya! Jangan sampai revisi ini menjadi surat kematian bagi reformasi yang telah kita perjuangkan.”
Diskusi ini menghasilkan kesimpulan bahwa revisi UU TNI harus tetap dalam koridor reformasi dan tidak boleh membuka celah bagi kembalinya dominasi militer dalam politik dan pemerintahan sipil. PC PMII Sukoharjo berkomitmen untuk terus mengawal isu ini dengan berbagai langkah strategis, termasuk kajian akademik, diskusi lanjutan, serta penyampaian sikap kepada pemangku kebijakan.
“Kami menolak segala bentuk revisi UU TNI yang merusak prinsip supremasi sipil. Reformasi adalah harga mati! Jika negara ini mulai tergoda untuk bermain api dengan militerisme, maka kami adalah air yang akan memadamkannya,” tegas Cak Andong dalam pernyataan penutupnya.
Dengan diskusi ini, PMII Sukoharjo menegaskan posisinya sebagai garda terdepan dalam menjaga demokrasi dan memastikan bahwa cita-cita reformasi tidak dikhianati oleh kepentingan kelompok tertentu yang ingin menghidupkan kembali hegemoni militer dalam kehidupan sipil.
PMII, Kritis, Progresif, dan Revolusioner!